Tutup Kegiatan Juleha, Menteri Agama RI Definisikan Halal dari Dzat Hingga Proses
Polewali– Setelah dari Haul Anregurutta Abdurrahman Ambo Dalle, Menteri Agama (Menag) RI, Prof. Nasaruddin Umar menutup kegiatan Pelatihan dan Uji Kompetensi (Sertifikasi) Juru Sembelih Halal (Juleha) se-Provinsi Sulawesi Barat.
Kegiatan tersebut diinisiasi oleh kerja sama antara Bank Indonesia (BI), Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Sulbar, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulbar, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulbar, Pengurus Wilayah Darul Da’wah wal Irsyad (PW DDI) Sulbar dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulbar.
Dalam sambutannya, Menteri Agama, Prof. Nasaruddin Umar mendefinisikan Halal, berasal dari kata Halla – Yahillu artinya membuka, melepas, merdeka, plong, bebas dari sesuatu yang dilarang. Sebaliknya Haram itu tertutup.
“Hewan sembelihan, halal dan haramnya bergantung pada satu kata Bismillahirrahmanirrahim. Namun tidak serta merta menjadi halal, ada banyak persyaratan untuk menjadi halal,” papar Menteri Agama di AQF Savo Manding, Polewali Mandar (Kediaman Pj Bupati Mamasa, Dr. Muhammad Zain), Sabtu (30/11/2024).
Lebih lanjut, Prof. Nasaruddin Umar menerangkan, meskipun kambing secara Dzat halal dan disembelih dengan cara syar’i tetap haram jika kambing itu adalah hasil curian atau diperuntukkan sesajen bukan karena Allah.
“Tangkap kambing tetangga, lalu disembelih, seribu kali baca Basmalah tetap haram,” kata Nasaruddin Umar RI yang disambut tawa oleh ratusan peserta kegiatan.
Nasaruddin Umar mengimbau kepada peserta juru sembelih halal untuk mengamalkan ilmunya dengan baik. Memberi pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya tata cara sembelih hewan secara syar’i dan juga bersih.
Senada dengan itu, Pj Bupati Mamasa, Dr. Muhammad Zain juga memberi komentar bahwa Selama ini Sulbar baru memiliki dua Juleha. Sekarang dilatih tata cara penyembelihan yang halal dan bersih.
“Kegiatan ini sangat penting, selama ini kita makan daging, maka sudah sepantasnya terjamin kehalalan dan kebersihannya, bukan hany dzatnya, namun juga semua proses dan peruntukkannya higenis.
“Konsep Halalan Thayyibah, makanan yang kita konsumsi, harus memiliki standar kehalalannya. Mulai dari prosesnya hingga dikonsumsi oleh masyarakat,” pungkas Zain yang juga Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kementerian Agama RI.